Selasa, 29 September 2009

Sendiri Serasa Tidak Sendiri, Tidak Sendiri Malah Menyendiri

Ada yang penah lihat iklan Telkomsel tentang Blackberry yang baru? Gadget komunikasi yang sedang populer saat ini. Buat yang belum pernah lihat atau yang belum pernah memerhatikan, begini iklannya : ada beberapa orang yang berjalan kaki sambil asik dengan BB-nya masing-masing. Tersenyum lebar, dan tertawa-tawa kecil serasa sendiri pun tidak sendiri. Orang-orang itu berjalan-jalan berlalu lalang, dan di akhir iklan tampak orang-orang itu duduk di suatu tempat yang kelihatannya seperti tempat macam food court, masih sibuk dengan BB-nya masing-masing, dan juga masih terlihat berbahagia. Ironisnya, mereka duduk sendiri-sendiri di tempat itu. Seakan lebih baik tidak ada teman manusia daripada BB-nya tidak di genggaman tangannya, ber-facebook­­-ria, chatting, dll.

Lalu teringatlah kata-kata ibu “teknologi tu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”. Saya agak geli, campur heran, campur kasian lihat iklan itu. Mereka seperti sudah sangat bahagia hanya ditemani si BB itu. Padahal katanya manusia itu adalah makhluk sosial. Butuh interaksi sosial yang bermutu, tapi yang saya lihat sekarang sedikit demi sedikit manusia sudah dapat digantikan dengan gadget macam BB itu.

Mendekatkan yang jauh, memang sangat jelas sekarang jarak bukanlah menjadi suatu halangan lagi bagi orang-orang untuk berkomunikasi. Donya mung sakgodhong kelor, mungkin istilah jawa ini sangat tepat menggambarkan efek globalisasi sekarang ini. Bumi sekarang seperti dilipat, semua jarak dan waktu sudah tidak bisa lagi membatasi seseorang untuk berkomunikasi. Antarkota, antarprovinsi, antarpulau, antarnegara pun sudah bukan lagi menjadi alasan untuk berelasi dengan orang lain.

Menjauhkan yang dekat, kelihatannya sedikit-demi sedikit teknologi yang telah tercipta itu menghipnotis para penciptanya sendiri. Dan sedikit demi sedikit pula teknologi mendorong orang menjadi egois. Kadang saya heran ketika ada orang yang sempat memperbarui status di facebook, mengatakan bahwa sedang bersama teman-teman, macam “sedang menggila bersama teman-teman..ouuyeeahh”. Kemudian di bawah status itu ada simbol telepon genggam yang maksudnya orang itu meng-update statusnya dari gadget miliknya. Rasanya, jadi tidak lagi bisa menggila ketika sedang bersama teman-teman saja masih bisa meng-update status FB.

Banyak orang sekarang terkena sindrom ”sendiri serasa tidak sendiri, tidak sendiri malah menyendiri”. There are always two sides on a coin. Selalu ada dua sisi yang bisa diterjemahkan dalam setiap fenomena. Bukan berarti globalisasi dan teknologi selalu berdampak baik, bukan juga berati selalu berdampak buruk. Semua itu tergantung sikap setiap pribadi untuk menanggapi dan menerimanya.

Selasa, 08 September 2009

Tepungan

Ini blog baru saya..tapi isinya postingan lama semua..
tapi tenang saja..kalau otak saya kembali memunculkan ide-idenya,akan segera dibagikan untuk semuanya.

Sosok Semu

ayo teman-teman sekadar berandai andai..tentang Noordin M Top, seorang yang paling TOP akhir-akhir ini..perbincangan ku dan beberapa teman cukup asik tentang sosok lelaki yang satu ini..

bagaimana mungkin satu orang bisa bersembunyi dari sekian banyak orang yang mencarinya? Atau tidak ada seorang pun yang bisa tahu dimana dia berada sekarang. Sebenarnya Noordin M Top itu ada atau nggak to?? Atau dia hanya seperti Tyler Durden di film Fight Club??

asik aja mbayangin sebenernya Noordin M Top itu adalah seorang tokoh fiksi yang hanya dibuat oleh sindikat teroris ini untuk semakin merahasiakan aksi teror nya. mereka membuat sebuah tokoh untuk memperdaya orang-orang yang mencarinya. lebih rapi, dan jelas ga mungkin ketangkep to?? wong ra ono.. bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh para teroris itu ketika banyak orang sibuk membicarakan Noordin M Top yang sebenarnya ga ada. gerak mereka jauh lebih bebas dan leluasa. mungkin mereka (teroris) itu hanya tertawa saja ketika ada bom nya yang berhasil meledak terus orang-orang dari Counter Teroris itu langsung menyebut "Noordin M Top" sebagai dalang dari bom itu. sebenernya foto-foto yang selama ini dipublikasikan ternyata foto orang yang sudah meninggal, direkayasa dengan bantuan teknologi digital yang sangat berkembang saat ini, sudah cukup akan membuat seorang tokoh hidup yang semu.

satu lagi teori yang muncul waktu itu. kali ini mungkin lebih bahaya lagi kalau memang yang terjadi seperti apa yang kami pikirkan. "Noordin M Top itu memang ada atau setidaknya sosoknya itu ada, dan dia sebenarnya ga cuma membawahi teroris aja, tapi juga counter terorisnya". Nhah lho..lebih bahaya lagi kan?? sumber bencana itu malah yang sebenarnya ngatur semuanya. Pengebomannya, evakuasi korbannya, tindakan pencegahannya.

sampai sekarang juga belum ada yang bisa membuktikan to Noordin M Top itu ada atau nggak? berarti ga salah juga kan kalo pandanganku terhadap sosok ini? tapi mungkin benar, kita semua sudah tertipu oleh sosok Noordin M Top ini. dan tetep satu yang penting kita semua pengen dunia ini damai. caranya?
kata BYRTH : "jadikan cinta satu-satunya faktor di dunia untuk hidup dan beraktifitas tiap harinya". satukan nada,satukan cinta, satukan asa niscaya damai selalu beserta kita.

Sekolah untuk UAN??

Tahun ini, saya sudah menduduki kelas dengan halaman terpisah dari adik-adik kelas, XII Sos 1. Tekanan yang sama seperti teman-teman kelas XII yang sudah-sudah, Ujian Akhir Nasional. Hal yang dianggap sebagai momok buat teman-teman di penghujung SMA. Tapi bukan soal UAN yang akan saya bahas dalam tulisan ini. Tapi tentang tuntutan mengangkat nama sekolah atau katanya mengembalikan kejayaan De Britto di tingkat Sleman, provinsi, bahkan nasional dalam hal akademik. De Britto yang pernah berada di kelas atas dalam bidang akademik mulai mengalami penurunan. Tapi kemudian ada sesuatu yang membuat saya berpikir. Beberapa guru mengatakan bahwa kalau hanya untuk mempersiapkan UAN, apakah kalian benar-benar belajar? Apakah fungsi mata pelajaran yang sesungguhnya itu akan sampai secara mendasar? Kurang lebih seperti itu. Di kelas saya ada guru yang memulai persiapan UAN di semester kedua nanti, ada juga yang memulai di bulan Januari tahun 2010.

Coba bandingkan dengan sekolah-sekolah lain. Hasil survei yang saya lakukan hampir semua sekolah sudah mempersiapkan siswa-siswinya menghadapi UAN, bahkan UM sejak awal memasuki kelas XII. Tidak heran jika hasil yang didapat pada UAN nanti lebih baik karena persiapannya secara fokus lebih lama. Tapi apakah hasil UAN adalah segalanya? Segalanya mungkin untuk kelulusan. Tapi bukan segalanya untuk masa depan.

Jika benar begitu, tuntutan dari guru-guru lainn yang ingin mengembalikan JB di peringkat atas seperti dulu lagi sedikit berlawanan dengan usaha yang dilakukan guru, juga murid-muridnya.

Tidak ada yang paling benar dan paling salah. Semua bisa dilihat benar dan salah tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Masih banyak orang yang berpandangan bahwa murid-murid JB itu cerdas. Tapi memang hanya sedikit yang mengatakan anak JB itu pandai. Pertanyaannya sekarang apakah JB akan tetap akan berpendirian pada cara belajarnya yang khas atau mengejar peringkat lagi untuk mengembalikan seperti dulu.

Saya pribadi akan lebih memilih agar JB mempertahankan cara belajar khasnya. Bukan untuk UAN bukan untuk peringkat tapi untuk masa depan. Memang benar kalau hanya mempersiapkan UAN pelajaran yang diterima tidak akan sampai sesuai dengan fungsi mata pelajaran itu sendiri. Tapi jika kurang persiapan sulit berada di peringkat atas sekolah-sekolah terbaik di Sleman, D.I.Y, dan Indonesia.
Ini bukan mempertahankan diri dari tuntutan, bukan juga protes atas tuntutan. Hanya saya ingin kita semua berpikir kembali apakah sekolah hanya untuk UAN?

Nasihat (30 Mei 2009)

Pelajaran pertama di hari terakhir belajar bersama, aku mendengar lagi nasihat yang sudah sering dilontarkan oleh para guru terhadap kami. Generasi muda yang katanya bertugas memberikan masa depan bagi dunia ini. Aku nggak terlalu tau darimana awal keluarnya nasihat itu, karena alam memanggil waktu itu (eek). Nasihat tentang kemandirian.

Sudah sering denger tentang teknologi yang membodohkan kaum muda? Kalo aku udah sering denger itu. Paling nggak udah ada 3 guru senior yang kasih nasihat tentang itu. Tapi ayo berpikir bersama. Apakah kemajuan teknologi mentalitas remaja yang manja. Pasti?

Dulu waktu guru-guru senior bersekolah memang keadaan memaksa seperti itu. Prihatin, perih atine katanya. Masa itu (tahun 60an kali) teknologi belum kayak sekarang ini. “Saya dulu kalau mau pergi ke rumah teman pinjam catatan harus naik sepeda. Padahal rumah teman saya itu 20 km. Jadi tau rasanya rekasa. Sekarang enak tinggal weeesss naik sepeda motor sebentar juga udah sampe.” Tapi kalau dalam masa sekarang, buat apa menghabiskan waktu perjalanan naek sepeda sejauh 20 km daripada bisa dicapai pake kendaraan umum atau motor. Sisa waktu yang dulu buat perjalanan, bisa dipakai untuk kegiatan lain. Selalu yang disoroti adalah ketidakmauan kaum muda untuk berusaha daripada melihat bahwa efisiensi waktu yang dipikirkan.

Keprihatinan itu yang dianggap dan dibanggakan oleh beliau-beliau yang membuatnya memiliki mental yang lebih dibandingkan anak muda jaman sekarang. Tapi apakah sebanding ketika membandingkan kehidupan yang sudah lama berkembang? Apakah harus disamakan dengan sekarang? Menurutku nggak seimbang kalo membandingkan kehidupan remaja 60an dan 2000an. Apa yang membuat penasihat-penasihat itu yakin bahwa mentalitas remaja tahun 60an lebih baik dibanding dengan remaja sekarang? Buktinya yang tertangkap melakukan korupsi sekarang ini juga orang tua-tua. Anak-anak remaja tahun 60an.

Yang paling saya ingat adalah kalimat sedikit merendahkan yang terucapkan “Saya rasa remaja sekarang belum cukup siap mentalnya untuk hidup mandiri”. Sekarang memang belum dapat terbantahkan bahwa mental remaja sekarang manja, karena belum ada bukti konkret yang menguatkan. Kita tunggu saja 10 – 20 tahun lagi baru bisa dibandingkan apakah kita kaum muda tidak lebih baik daripada mereka.

Tragedi Burjo (2 April 2009)

siang tadi, seperti biasanya banyak anak JB yang kumpul di burjo. saat semuanya sedang menikmati keadaan sambil berbincang dan merokok sambil menenggak minum es tiba-tiba burjo didatangi oleh 2 sosok yang membuat raut muka kami menjadi berubah. anak-anak JB cowok semua yang katanya sangar, yang katanya gentho, yang katanya urakan bisa terlihat takut ketika disambangi oleh 2 orang pengamen waria.

1 pengamen hanya berdiri di luar sambil memainkan alat musiknya, yang satu lagi masuk ke burjo dan mendatangi kami satu-persatu. mulai dari Gembul, pengamen itu merangkulnya sambil terus memainkan icik-icik nya.(awalnya aku nggak merasa takut ato perasaan yang sejenis, karena dulu aku pernah punya kenalan orang-orang sepeti itu. kenalanku itu orang-orang yang baik dan aku hormat sama mereka). tapi aksi pengamen berikutnya ini yang membuatku kaget dan merasa sangat takut. pengamen itu memegang kemaluan salah satu teman saya. perlakuan itu terjadi ke hampir semua yang berada di dalam burjo (termasuk aku). ada yang udah melakukan pencegahan dengan cara duduk mingkup supaya ga jadi sasaran colek-colek si tante, tapi tetep si tante mengucapkan kata-kata seronok yang menurutku itu udah merupakan pelecehan seksual.

nah, kejadian ini bikin aku berpikir. di tengah kegencaran kaum waria terhadap kesetaraan mereka dan keinginan mereka untuk dianggap sama dan sederajat ini, ada oknum-oknum yang sama sekali tidak mendukung usaha-usaha itu. perlakuan yang terjadi seperti "tragedi burjo" itu malahan membuat kaum waria semakin dijauhi. karena takut, karena gilo, karena geli, dan banyak alasan yang lain. kalo pengamen tadi hanya sekadar ngamen, menyanyi seadanya tanpa pake acara pegang-pegang kayak gitu, mungkin tidak akan terlalu mengganggu. tapi kejadian seperti tadi itu benar-benar merusak kerja keras temannya seperti Chenny Han di masyarakat. kaum waria yang sudah sedikit mendapat respect dari masyarakat bisa dengan mudah kehilangan.

titik tiga yang saya dapat dari peristiwa hari ini adalah sulit suatu kelompok untuk dihormati oleh orang kalo semua yang ingin dihormati itu tidak layak dihormati. jadi setiap perubahan itu memang harus bermula dari diri sendiri. nggak bisa memaksa orang lain untuk berubah menjadi baik ketika yang memaksa itu bukan seseorang baik yang bisa dijadikan contoh.